Materi Jurnalistik 2 : Teknik Wawancara


A, Pengertian Wawancara

Wawancara kegiatan  utama dalam jurnalistik, dalam aktivitas jurnalistik, wawancara  merupakan  proses   pencarian  data, pendapat,  penegasan,  pandangan  seseorang serta  beragam jenis  informasi  lainnya,  yang  akan  digunakan sebagai  salah satu   bahan   penulisan  karya   jurnalistik.    Dari  wawancara, sebuah  berita  didapat dan  dilaporkan kepada masyarakat. Wawancara adalah  kunci bagi jurnalis  untuk  menggali informasi.  Tulisan  yang  informatif   dan  menghibur  berasal dari  wawancara yang  diselenggarakan dan  diorganisasikan dengan baik.

Dalam     dunia     jurnalistik,     dikenal     beberapa   jenis wawancara, antara  lain:

1.    Wawancara berita  (News Peg Interview)

Wawancara yang  dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi atau pandangan narasumber tentang suatu  masalah  atau peristiwa.

2.    Wawancara Cerobong (Funnel Interview)

Wawancara yang  dilakukan secara santai  dan rileks yang diawali   dengan  pertanyaan-pertanyaan  ringan   seputar latar belakang narasumber sebelum masuk  ke dalam pertanyaan pokok  yang hendak ditanyakan.

3.   Wawancara Cerobong Terbalik  (Inverted-Funnel Interview)

Wawancara yang  langsung menanyakan masalah pokok tanpa  mengawalinya dengan pertanyaan yang umum dan ringan.  Wawancara jenis  ini  biasanya dilakukan  dalam keadaan terdesak dengan waktu  yang  terbatas.

4.    Wawancara Eksklusif  (Exclusive Interview)

Wawancara  yang  dilakukan beberapa wartawan  (tetapi berasal   dari   satu   media),     dengan  narasumber  secara khusus,  berkaitan dengan masalah tertentu di tempat yang telah   disepakati  bersama,    biasanya    hasilnya    disajikan secara lengkap  di media massa  dalam  format  tanya jawab.

Berdasarkan bentuknya wawancara menurut Floyd  G. Arpan   dalam   "Toward  Better Communications"  seperti  yang dikutip Mappatoto (1999:21-22), dapat  dikelompokkan ke dalam  tujuh jenis, yakni:

1.   Wawancara Sosok Pribadi  (Personal Interview)

Personal Interview terbagi  menjadi dua  golongan. Pertama, wawancara  dengan publik figure  yang   beritanya  selalu dinantikan oleh khalayak,  misalnya artis, pejabat  dan sebagainya. Kedua,   wawancara   dengan   orang-orang yang   berada  di  luar   orbit  berita   (orang  biasa),  tetapi orang tersebut menarik karena berperilaku aneh atau melakukan pekerjaan yang  tidak  lazim  dilakukan orang• orang  kebanyakkan.

2.    Wawancara Berita (News Interview)

Wawancara yang  dilakukan dalam  rangka  memperoleh pendapat atau tanggapan dari orang yang berwenang terhadap suatu  peristiwa. Wawancara jenis ini juga biasa disebut  dengan wawancara cantelan  berita  (news peg). Wawancara ini umumnya dilakukan untuk memperoleh keterangan atau  pendapat dari  seseorang atas pertimbangan kewenangan, prestasi,  atau keahliannya untuk  diterbitkan sebagai staright news.

3.    Wawancara Jalanan  (Man in the Street Interview)

Wawancara yang  dilakukan di jalan-jalan  umum dengan menyetop dan menanyai orang-orang yang lewat tentang pendapat mereka  berkenaan dengan suatu  berita penting, dengan  harapan diperoleh pendapat umum tentang kejadian  penting yang sedang  hangat  dibicarakan.

4.    Wawancara Sambil Lalu (Casual Interview)

Wawancara yang tidak  direncanakan secara khusus  tetapi berlangsung  secara   kebetulan.  Pertemuan  dan   dialog dengan    orang   yang   berwenang  dalam   suatu   resepsi adalah  sarana  wawancara untuk memperoleh keterangan dari orang besar yang ditemui pada  kesempatan itu.

5.    Wawancara Telepon  (Telephone Interview)

Wawancara untuk memperoleh keterangan dari seseorang yang    berwenang,    dilakukan   melalui    telepon    yang sewaktu-waktu dapat  diadakan antara  wartawan dengan narasumber. Wawancara dengan cara ini akan lebih lancar jika sudah  ada  saling percaya  diantara wartawan dengan narasumber.

6.    Wawancara Tertulis  (Written Interview)

Wawancara yang  dilakukan dengan  cara surat-menyurat atau korespondensi. Kelemahan wawancara model ini antara  lain, kemungkinan akan  ada  bagian-bagian yang tidak   jelas  dari  jawaban  narasumber;  wartawan  tidak dapat meminta penjelasan dari sumber yang bersangkutan bila  ada  hal  yang  kurang jelas. Adapun keuntungannya seperti,  berita  yang  disusun berdasarkan jawaban tertulis sehingga  tidak  akan dibantah oleh narasumber.

7.    Wawancara Kelompok  (Discussion Interview)

Wawancara yang  dilakukan dengan   sekelompok orang, seakan-akan   wartawan   adalah    peserta    dalam    suatu seminar  atau simposium. Hasil wawancara yang akan diberitahukan bukan  pendapat satu orang dalam seminar, tetapi  merupakan rangkuman pendapat yang  transparan dalam  seminar. Sedang jika dilihat  dari pelaksanaanya wawancara dapat dibedakan menjadi   dua,  yakni  wawancara yang  dilakukan secara langsung dengan bertatap muka  langsung (face to face) dengan narasumber, dan wawancara yang dilakukan dengan tidak  langsung seperti; melalui  telepon,  internet atau  surat (wawancara tertulis).

Sifat   wawancara  pun   bermacam-macam,   tergantung dari informasi  apa yang diinginkan si pewawancara, dan bagaimana situasi  serta  kondisi  yang  dihadapi orang  yang diwawancarai. Sifat wawancara bisa  sangat  bervariasi,   dari yang  biasa-biasa saja  sampai  yang  antagonistik.  Dari  yang mempertunjukkan luapan perasaan sampai  yang bersifat defensif dan menutup diri .


B. Tujuan Wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu cara menggali   informasi    lewat   percakapan  antara wartawan dengan seseorang  yang menjadi  sumber  berita  (narasumber). Secara  umum,   wawancara bertujuan  untuk   menggali informasi,  komentar, opini,  fakta,  atau  data  mengenai suatu masalah  atau  peristiwa yang  lengkap,  akurat, dan adil, yang dilakukan dengan cara   mengajukan berbagai  pertanyaan kepada narasumber. Wawancara tidak hanya  dipandang sebagai  salah  satu  metode  jurnalistik untuk  mengumpulkan informasi,   data,   atau   fakta,  tetapi  juga   sudah   merupakan bagian  dari penyajian  informasi  itu.

Secara spesifik tujuan  wawancara (dalam konteks jurnalistik)  dapat  diuraikan sebagai berikut:

1.    Untuk  memperoleh fakta

Untuk  memperoleh fakta yang  penting dari  suatu peristiwa,    wartawan harus   menemukan  sumber  yang kredibel dan bisa dipercaya, dengan informasi yang akurat. Wartawan bisa saja mewawancarai orang yang  kebetulan ditemui   di  jalan   untuk   dimintai  pendapatnya  tentang krisis ekonomi  misalnya,  ucapan orang  itu mungkin juga bagus  untuk   dikutip  namun tidak  memiliki  kredibilitas. Seorang ekonom jelas lebih kredibel diwawancarai tentang kondisi  ekonomi, walaupun ekonom  sering bicara dengan jargon-jargon disiplin  ilmunya  yang hams diterjemahkan ke bahasa  yang mudah dimengerti.

2.    Untuk  mencari  kutipan

Begitu   wartawan   sudah    menyelesaikan  riset   faktual untuk  tulisannya, wartawan perlu  menambahkan sesuatu agar  tulisannya lebih  menarik.   Misalnya,  wartawan itu sudah  mengumpulkan data  statistik  tentang penyaluran kredit    dari   bank    pemerintah  untuk  pedagang   kaki lima.  Kemudian,  wartawan itu  mewawancarai  seorang pedagang kaki lima  dan  karyawan bank  yang  mengurus perkreditan. Tulisan itu sebenarnya secara statistik  sudah akurat   tanpa   tambahan  wawancara.  Namun  pembaca dapat  lebih menghayati makna  statistik  itu dengan membaca  kutipan wawancara mereka  yang  terlibat  atau menjadi  penerima penyaluran kredit  tersebut.

3.    Untuk  mengumpulkan anekdot

Penuturan cerita anekdot dapat memberi  tambahan warna dan  wawasan  pada   tulisan.  Anekdot  biasanya  berupa kata-kata singkat  yang  sengaja  diselipkan dalam  tulisan, dengan  tujuan agar lebih segar dan tidak membuat orang menjadi  jenuh.

4.    Untuk  memberi  karakter  pada  situasi

Wartawan dapat  menggunakan reaksi seseorang di lokasi peliputan untuk memberi  karakter pada  situasi. Misalnya, dalammeliputkorbangempa bumi, wartawanmenemukan seorang  perempuan tua berdiri  di depan  reruntuhan bangunan, yang dulu  pernah menjadi  rumahnya. Dengan mengutip ucapan wanita  tersebut, maka  wartawan akan dapat   memberi   karakter  pada   peristiwa  gempa   bumi, dengan  cara khas yang akan diingat  oleh pembaca.

5.    Untuk  mengkonfirmasi apa yang sudah  diketahui

Kadang-kadang wartawan  membutuhkan  seseorang untuk membenarkan atau membantah sejumlah informasi, yang sudah  diketahui sebelumnya. Wawancara untuk konfirmasi biasanya wartawan  sudah   tahu  jawabannya sebelum    mengajukan   pertanyaan   dan   wartawan  itu siap  meng-konfrontasikan apapun jawaban  pemberi wawancara dengan  informasi  yang sudah   diketahui.


C. Teknik  Wawancara

Teknik   wawancara  bukan   merupakan  sesuatu   yang baku, kaku, apalagi sakral. Teknik itu berkembang secara dinamis  seiring  dengan  perkembangan masyarakat. Apalagi setiap wartawan punya  tekhnik-tekhnik tersendiri dalam memancing narasumber  untuk   mau   melayani   permintaan untuk    wawancara.   Namun  demikian,   ada   beberapa  hal umum  yang perlu menjadi  perhatian para wartawan sebelum melakukan dan dalam pelaksanaan wawancara.

1.    Tahap Persiapan

Seorang wartawan harus  siap setiap saat melakukan wawancara  dengan  narasumber,  dan  untuk  wawancara yang baik diperlukan persiapan yang baik pula. Diantara hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan wawancara antara  lain:

a.   Persiapan Fisik.

Sebelum    melakukan   wawancara,   wartawan   harus benar-benar sehat  secara fisik, artinya  kondisi  fisiknya benar-benar fit. Fisik yang  prima  akan  mempengaruhi jalannya  wawancara maupun hasil yang akan diperoleh dari wawancara tersebut.

b.  Persiapan Mental

Wartawan yang secara mental belum siap untuk melakukan wawancara dengan  narasumber, akan berakibat fatal terhadap proses wawancara apalagi terhadap hasil yang akan diperoleh,  karenanya kesiapan mental  sangat  diperlukan oleh seorang  wartawan.

c.   Persiapan teknis

Umumnya wartawan menggunakan catatan  tertulis (notes) dan tidak boleh terlalu  tergantung pada  alat elektronik.   Tapi   alat   elektronik   seperti   tape  recorder cukup  penting untuk  mengecek  ulang  apabila  ada yang terlupa  atau  ada  informasi  yang  meragukan sehingga dikhawatirkan bisa  salah  kutip.  Meski  menggunakan alat perekam, alat tulis tetap diperlukan terutama untuk menulis  nama,  gelar dan angka.

d.  Menyusun outline

Untuk   memudahkan  dalam   pelaksanaan wawancara sebaiknya  seorang  jurnalis  terlebih  dahulu menyusun kerangka berita  (outline)  atau  flowchart.  Outline umumnya  berisikan   tentang,     tema    berita;    sudut pandang (angle); narasumber; dan daftar  pertanyaan.


1. Penentuan tema

1)  Sebelum     melakukan    wawancara    tema     hams sudah jelas informasi  apa yang diharapkan dari narasumber,  apakah  perspektif atau  pendapatnya. Wartawan juga hams sudah  memikirkan, Mengapa suatu   tema   hams  diangkat?;  dan   Kenapa   hams dingkat sekarang?,  dan sebagainya.

2)  Menentukan Angle

Sudut     pandang    (angle)    sebuah     berita     dibuat untuk membantu tulisan  supaya  focus,  dan  untuk menentukan angle salah satu caranya  adalah  dengan membuat pertanyaan tunggal  tentang apa yang mau ditulis. Hal-hal yang tidak relevan dengan angle sebaiknya  tidak  ditanyakan.

3)  Menyiapkan daftar  pertanyaan

Sebelum melakukan wawancara, wartawan harus sudah  memiliki  daftar  pertanyaan yang  akan diajukan. Daftar pertanyaan itu disusun sedemikian rupa  sehingga  antara  pertanyaan yang  satu  dengan lainnya  memiliki  hubungan yang  jelas.  Berikut ini beberapa  aspek   penting  yang   mesti  diperhatikan dalam  menyusun pertayaan untuk wawancara.

~ pertanyaan harus  pertanyaan terbuka,  bukan pertanyaan yang jawabannya yes atau no; susunan   pertanyaan   harus     logis    dari    segi penggalan waktu/kronologis;

~  susunan  pertanyaan  mulai   dari  yang   mudah/ netral   yakni   yang   tidak   perlu   berpikir   terlalu dalam,  selanjutnya kepertanyaan yang  lebih substansial;

~  pertanyaan harus  jelas  dan  tidak  menimbulkan salah interpretasi atau bermakna ganda;

~ pertanyaan harus  fokus  dan lebih menjawab pertanyaan  bagaimana  dan mengapa,  dan  jangan bertanya di luar konteks;

~ hindari pertanyaan yang abstrak, tapi buatlah pertanyaan yang konkret;

~  formulasikan   kalimat    dengan   bahasa    tutur, bukan   bahasa   tulis,  dan   menggunakan  bahasa yang  sederhana dan  langsung to the point (tidak berbelit-belit);

4)  Menentukan narasumber

Setelah  wartawan yakin  telah  menguasai permasalahan, dan telahmenyusunpertayaandengan baik,  langkah  berikutnya adalah  menentukan siapa sumber yang akan diwawancarai. Dalam kaitanya dengan  ini,  wartawan tidak  boleh  mewawancarai sembarang orang, akan tetapi Interviewee (yang diwawancarai) haruslah seseorang atau  sejumlah orang yang oleh karena kedudukannya, dianggap memiliki   informasi   yang   penting,   yang   dibutuh• kan   wartawan  sebagai   bahan    penulisan   berita. Dalam menentukan narasumber wartawan perlu memperhatikan faktor-faktor berikut  ini:

~  Layak   dipercaya,   dalam   memilih   narasumber meski  jeli  dan  kritis,  apakah narasumber  layak dipercaya dan memiliki  kridibilitas, atau tidak.

~  Berwenang, artinya  orang yang punya kekuasaan dan   tanggung  jawab   terhadap  permasalahan, ini hams dipertimbangkan, supaya  tercapai keseimbangan penulisan berita  (balance) dan both• sided coverage (menyajikan keterangan dua  pihak yang bertolak-belakang sehingga  fair).

~  Kompeten,  artinya   narasumber  memang  layak untuk dimintai keterangannya.

~  Orang yang berkaitan langsung dengan peristiwa, yaitu sumber berita yang memiliki hubungan, terpengaruh atau mempengaruhi peristiwa tersebut.

5)  Membuat janji dengan narasumber

Sebelum wawancara, sebaiknya  wartawan membuat janji  dengan narasumber terlebih  dahulu,  sehingga kedua belah pihak sama-sama siap untuk  melakukan wawancara dan janji wawancara tidak  terlupakan.

 

2.    Tahap  Pelaksanaan

Setelah persiapan tahap  selanjutnya adalah  melakukan wawancara, pada  tahap  ini ada  beberapa hal yang  mesti diperhatikan seorang jumalis,  antara  lain:

a.   datang  tepat  waktu  (on time), sesuai  dengan janji yang telah dibuat.

b.  bersikap  sopan  dan memperkenalkan diri lebih dahulu dengan menyebutkan identitas (khususnya nama  dan media  tempat bekerja).

c.  kenalilah  norma  setempat, ini perlu  diperhatikan agar jumalis dapat  beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.

d.  perkenalkan masalah  yang  akan  ditanyakan sehingga narasumber tahu  alasan  dirinya  dijadikan narasumber.

e.  membuat suasana  santai. Jangan  mengeluarkan notes, alat perekam, atau  mengambil foto tanpa  lebih dahulu meminta ijin.

f.  mulailah dengan pertanyaan ringan  namun to the point (langsung ke  persoalan inti),  namun jika  narasumber terkesan  berusaha menutupi informasi,  ajukan pertanyaan yang tidak  langsung.

g.  hindari  pengajuan  dua   pertanyaan  dalam   satu   kali bertanya,    karena    narasumber   biasanya    cenderung  untuk   menjawab  hanya    pertanyaan  terakhir    yang didengarnya.

h. dengarkan dengan  baik jawaban yang  disampaikan narasumber.

1.    berusaha untuk  menjaga  agar masalah  tidak keluar  dari kerangkanya atau  melebar  ke pembicaraan yang  tidak relevan;

j.    jangan   mendebat  narasumber,  karena   tugas   jurnalis adalah   mencari   informasi   sebanyak-banyaknya  dari nara sumber,  bukan  berdiskusi.

k. setelah  seluruh pertanyaan  diajukan, jangan   lupa memberikan kesempatan kepada narasumber untuk menjelaskan hal-hal yang mungkin belum  ditanyakan;

1.     berupaya     menjalin       hubungan     personal     yang baik dengan  narasumber, misalnya  dengan cara memanfaatkan waktu  luang yang tersedia  sebelum  dan sesudah wawancara, untuk ngobrol  mengenai hal-hal yang  bersifat  pribadi,  atau  hal- hal  lain yang  berguna untuk mengakrabkan diri.

m. memihak   narasumber,   jika   mewawancarai  seorang tokoh yangmemilikilawanataupunmusuh, bersikaplah seolah-olah memihaknya walaupun  sebenarnya tidak demikian, seperti  kata pepatah,"Jangan bicara  tentang kucing  di depan  seorang  pecinta  anjing".

n.  apabila  akan mengalihkan percakapan ke masalah  yang berbeda,  mintalah ijin terlebih  dahulu kepada  sumber berita;

o.  menjaga  kerahasiaan identitas narasumber, apabila  ia berkeberatan disebutkan identitasnya dengan jelas .

p.  Pada   akhir   wawancara,  ucapkan  terima   kasih   dan mintalah kesediaan narasumber untuk dihubungi lagi pada  kesempatan yang lain.


Proses wawancara seringkali  memakan waktu  lama dan kadang-kadang hasilnya  tidak memuaskan dan bahkan tidak akurat.  Ketidak  akuratan dalam  pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian  yang tidak  disengaja. Untuk menghindari kesalahan fakta dalam  menulis  berita  hasil wawancara, maka seorang jurnalis  perlu  melakukan langkah• langkah  sebagai berikut:

1)  saat  mewawancarai  seseorang jangan   lupa,  tanyakan nama, umur, alamat, dan nomor teleponnya. Nomor telepon   tidak   ditulis  dalam   berita,  namun wartawan hams   mengetahuinya   untuk    mengadakan   kontak dengan narasumber.

2)  setelah    mengumpulkan  informasi,    ejalah   namanya dan bacakan informasi yang telah peroleh   sehingga narasumber bisa mengoreksinya.

3)  bila   informasi    narasumber   diperoleh   dari    tangan kedua,  hendaknya eek pada  sumber  berita untuk  meng• klarifikasi.

4)  segala informasi  penting harus dicek ulang.


Post a Comment

0 Comments